MASYARAKAT
DESA DAN MASYARAKAT KOTA
1. LATAR BELAKANG
Masyarakat
(sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk
sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan
antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen
(saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk
mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat
(society) merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia
yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan
perhubungan antara berbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud
sesuatu yang dibuat – atau tidak dibuat – oleh kumpulan orang itu. Masyarakat
merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.
Perkataan
society datang daripada bahasa Latin societas, “perhubungan baik dengan orang
lain”. Perkataan societas diambil dari socius yang bererti “teman”, maka makna
masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa yang dikatakan sosial. Ini
bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahawa ahli-ahlinya mempunyai
kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat selalu digunakan untuk
menggambarkan rakyat sebuah negara.
Walaupun
setiap masyarakat itu berbeda, namun cara ia musnah adalah selalunya sama:
penipuan, pencurian, keganasan, peperangan dan juga kadangkala penghapusan
etnik jika perasaan perkauman itu timbul. Masyarakat yang baru akan muncul
daripada sesiapa yang masih bersama, ataupun daripada sesiapa yang tinggal.
2.
PEMBAHASAN
Definisi masyarakat, dalam bahasa
inggris disebut Society, asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata
“Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya
saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran hidup, yang
bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan oleh unsur – unsur
kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
1.
Masyarakat
Pedesaan (masyarakat tradisional)
a. Pengertian desa/pedesaan
Yang dimaksud dengan desa menurut
Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan
hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.
Menurut Bintaro, desa merupakan
perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang
terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara
timbal balik dengan daerah lain.
Sedangkan menurut Paul H. Landis :Desa
adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
·
Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
·
Ada
pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan
·
Cara
berusaha (ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam
seperti : iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan
agraris adalah bersifat sambilan.
Dalam kamus sosiologi kata tradisional
dari bahasa Inggris, Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun
menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi
bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling
berkaitan satu sama lain diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih
dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan
kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong
royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral
susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan
pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah,
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati
dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa
merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa
merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia.
Selama ini terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi
tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak
bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara
menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan pemerintah
yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia,
seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga
memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya
sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena pada kenyataannya desa sekedar
dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh aktor yang
melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi,
bahkan pusat. Di desa, pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan
pembangunan. Karena itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak
tahun 2000 dan secara teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan
arah pembangunan dengan menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun
lebih untuk pembangunan fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya
peran kepala desa (disana disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk
pembangunan fisik semata, istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para
kebun.
Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa
yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan
pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan
eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia. Kalaupun derap pembangunan
merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya
jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski
sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam
buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
b.
Ciri-ciri Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman
Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat
desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri
sebagai berikut :
·
Afektifitas
ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan.
Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan
simpati terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa
pamrih.
·
Orientasi
kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu mereka
mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang
yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan.
·
Partikularisme
pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus
untuk suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan
kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu
saja.(lawannya Universalisme)
·
Askripsi
yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh
berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan
yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya prestasi).
·
Kekabaran
(diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi
tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa
tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat
Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya
tanpa pengaruh dari luar.
·
ciri-ciri
karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang
bersifat umum.
1)
Sederhana
2)
Mudah
curiga
3)
Menjunjung
tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
4)
Mempunyai
sifat kekeluargaan
5)
Lugas
atau berbicara apa adanya
6)
Tertutup
dalam hal keuangan mereka
7)
Perasaan
tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
8)
Menghargai
orang lain
9)
Demokratis
dan religius
10) Jika berjanji,
akan selalu diingat
2. Masyarakat Perkotaan
a. Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga mempunyai
pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut ini.
·
Wirth
: Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
·
Max
Weber : Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian
besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
·
Dwigth
Sanderson : Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat
dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat
dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam
struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian
Jakarta dapat disebut Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung
bersifat individualistik. Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott
Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri:
·
Netral
Afektif
Masyarakat
Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat
rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association.
Mereka tidak mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang
menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah
sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
·
Orientasi
Diri
Manusia
dengan kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada
umumnya dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan
dengan kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa
menggantungkan diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
·
Universalisme
Berhubungan
dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional
merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
·
Prestasi
Mutu
atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
·
Heterogenitas
Masyarakat
kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak
komponen dalam susunan penduduknya.
b. Ciri-ciri
masyarakat Perkotaan
Ada
beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu :
·
Kehidupan
keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang
kehidupan yang cenderung kearah keduniaan saja.
·
Orang
kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada
orang lain (Individualisme).
·
Pembagian
kerja diantara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang
nyata.
·
Kemungkinan-kemungkinan
untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
·
Jalan
kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi
warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
·
Ada
beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1)
kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah
peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2)
orang
kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang
lain
3)
di
kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan
politik dan agama dan sebagainya.
4)
jalan
pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5)
interaksi-interaksi
yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum.
Perubahan-perubahan
tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima
pengaruh-pengaruh dari luar.
3. Tipe
Masyarakat
Masyarakat
mempunyai tipe seperti berikut :
Masyarakat
kecil yang belum kompleks, yaitu masyarakat yang belum mengenal pembagian
kerja, struktur, dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajarisebagai satu
kesatuan.
Masyarakat
yang sudah kompleks, yaitu masyarakat yang sudah jauh menjalankan spesialisasi
dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan sudah maju, teknologi maju, dan
sudah mengenal tulisan.
4. Perbedaan
antara desa dan kota
Dalam masyarakat modern, sering
dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan
(urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya
tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat
desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri.
Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur
serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan
“berlawanan” pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat
diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Warga suatu masyarakat pedesaan
mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka
dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok
atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985),
menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama,
hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih
memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari
pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata,
tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan
saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat
pedesaan umumnya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat
kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992)
menyatakan bahwa di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat
pada individu seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada
beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan
antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan
akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat
disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri
ciri tersebut antara lain :
·
jumlah
dan kepadatan penduduk
·
lingkungan
hidup
·
mata
pencaharian
·
corak
kehidupan sosial
·
stratifiksi
sosial
·
mobilitas
sosial
·
pola
interaksi sosial
·
solidaritas
sosial
·
kedudukan
dalam hierarki sistem administrasi nasional
5. Hubungan
Desa-kota, hubungan pedesaan-perkotaan.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan
bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam
keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat
ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada
dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan seperti beras sayur
mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kasar bagi bagi
jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh bangunan dalam
proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan raya atau
jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja musiman.
Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan dibidang
pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka merantau ke kota
terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya
kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya
persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan
kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya,
yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan
kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena
itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan
makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau
paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar, seperti: (i) Ekspansi kota ke
desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau
mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan
besaran dan kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi kota , pembangunan kota
baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah
perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya
diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk,
prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak
terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk
yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut
kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak
pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang
dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan
mengkota.
Salah
satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah :
a.
Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa
dan Kota yang saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka
timbulah masalah baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya
penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan
proses terjadinya masyarakat perkotaan.(soekanto,1969:123 )
b.
Sebab-sebab Urbanisasi
·
Faktor-faktor
yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah kediamannya (Push
factors)
·
Faktor-faktor
yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap dikota
(pull factors)
Hal
– hal yang termasuk push factor antara lain :
·
Bertambahnya
penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
·
Terdesaknya
kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
·
Penduduk
desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat
sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
·
Didesa
tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
·
Kegagalan
panen yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau
panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain
dikota.
·
Hal
– hal yang termasuk pull factor antara lain :
·
Penduduk
desa kebanyakan beranggapan bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih mudah
untuk mendapatkan penghasilan
·
Dikota
lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi
industri kerajinan.
·
Pendidikan
terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
·
Kota
dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat
pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
·
Kota
memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau
untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125
).
6. Aspek
Positif dan Negatif
Perkembangan kota merupakan manifestasi
dari pola kehidupan sosial , ekonomi , kebudayaan dan politik . Kesemuanya ini
akan dicerminkan dalam komponen – komponen yang memebentuk struktur kota
tersebut . Jumlah dan kualitas komponen suatu kota sangat ditentukan oleh
tingkat perkembangan dan pertumbuhan kota tersebut.
Secara
umum dapat dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan , seyogyanya mengandung 5
unsur yang meliputi :
·
Wisma
: Untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
·
Karya
: Untuk penyediaan lapangan kerja.
·
Marga
: Untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
·
Suka
: Untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
·
Penyempurnaan
: Untuk fasilitas keagamaan, perkuburan, pendidikan, dan utilitas umum.
Untuk
itu semua , maka fungsi dan tugas aparatur pemerintah kota harus ditingkatkan :
·
Aparatur
kota harus dapat menangani berbagai masalah yang timbul di kota . Untuk itu
maka pengetahuan tentang administrasi kota dan perencanaan kota harus
dimilikinya .
·
Kelancaran
dalam pelaksanaan pembangunan dan pengaturan tata kota harus dikerjakan dengan
cepat dan tepat , agar tidak disusul dengan masalah lainnya.
·
Masalah
keamanan kota harus dapat ditangani dengan baik sebab kalau tidak , maka
kegelisahan penduduk akan menimbulkan masalah baru.
·
Dalam
rangka pemekaran kota , harus ditingkatkan kerjasama yang baik antara para
pemimpin di kota dengan para pemimpin di tingkat kabupaten tetapi juga dapat
bermanfaat bagi wilayah kabupaten dan sekitarnya .
Fungsi
Eksternal : Fungsi eksternal dari kota yakni seberapa jauh fungsi dan peran
kota tersebut dalm kerangka wilayah dan daerah-daerah yang dilingkupi dan
melingkupinya, baik secara regional maupun nasional.
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia menjalani kehidupan
didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh
bantuan dan pertolongan orang lain. Oleh karena itu kehidupan bermasyarakat
hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai
cita-cita kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun
diperkotaan. Tentunya itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang
kita saksikan sekarang ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan
Nasional negara ini, kesenjangan Sosial, yang kaya makin Kaya dan yang
Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah sekali
membunuh saudaranya (dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan masih
banyak lagi fenomena kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama,
mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita
berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi diatas hanya terjadi
dikota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang kita sangka
adalah tempat yang aman, tenang dan berakhlak (manusiawi), ternyata telah
tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan bebas itu disatu pihak
masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan desa, karena masyarakat
desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat marjinal dan bagi desa
pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang produktif di desa
menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan cenderung
tertinggal.
Komentar
Posting Komentar